Kamis, 22 September 2011

Ketika Reliable Menjadi Unreliable

Sejak dulu sampai sekarang, satu prinsip yang gue pegang paling atas adalah kepala. Gak mungkin pantat, apalagi kaki. Bukan, maksud gue adalah apa yang paling gue junjung tinggi adalah apa yang kakek-nenek, ayah-ibu n umat manusia bilang "kepercayaan".

Bokap selalu bilang, "jangan sia-siakan kepercayaan kami." Gue sejak dulu menjadi anak yang patuh. Gue gak mau kepercayaan yang mereka beri hilang n gue tinggal di kolong jembatan.

Bahkan Dasa Dharma Pramuka ke-9 menjadi pengenalan gue di Twitter. Bertanggungjawab n dapat dipercaya. Kerennya, Responsible n reliable.

Ironis,
baru saja gue mendapat tamparan keras.
Menurut lo lo semua, jika gue menjaga kepercayaan yang diberikan orang tua, apakah gue juga akan melakukannya pada teman-teman gue?
Jawabannya, ya. Bahkan dengan teman yang kurang gue kenal, bahkan dengan paman nasi goreng.

Seumur hidup gue baru sekali gue merasakan rasa seperti ini. Gue gak dipercaya, gue dianggap bohong, padahal jelas-jelas gue jujur.

Man, rasanya sakit banget.
Kita semua tahu, jelas tahu kalau kata-kata lebih tajam daripada benda tumpul yang paling tajam. Kata-kata menusuk ke hati, n kalaupun bisa dicabut bekas lukanya gak akan hilang.

Walau gimanapun gue gak akan pernah menghianati kepercayaan.

Perlu diingat apa yang gue bicarakan disini adalah kepercayaan sesama manusia, bukan kepada Tuhan. Konteksnya beda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar