Kamis, 17 Februari 2011

X, Bagian 2 = Grand Theft Autumn

Ini memang bagian 2. Tapi entah mengapa gue malas ngasih link bagian 1. Mengapa? Waktu gue baca, ternyata isinya JAMBU BENER. Jadi, yang mau baca bagian 1-nya, silahkan cari sendiri di arsip. Jangan salahkan gue kalau lo pada bilang isinya JAMBU BENER.

Sebenarnya gue rasanya udah gak niat ngelanjutin pengalaman cinta gue ini. Entah mengapa ada sokongan moril dari seseorang yang bikin gue merasa 'cerita ini perlu dilanjutkan'. Tapi dengan segala hormat elemen-elemen JAMBU-nya harus gue kikis. Setidaknya gue baru bikin cerpen n sepertinya gue mampu untuk bikin cerita yang tidak menggurui. Soalnya ini Internet. Gue bukan dewa di cerita gue sendiri, tapi gue adalah karakter yang juga punya salah. Jadi gue putuskan untuk sebisa mungkin kelanjutan cerita ini lebih berasa cerpen. Walaupun non-fiksi.

So, let's read it out. Am I good enough?
Kritik n saran ditunggu.

---

Maret. Musim semi harusnya indah. Entah mengapa aku menemukan musim gugur di bulan ini.

Setelah insiden penolakan dari Irene, aku merasa labil. Ada perasaan tidak rela, ada juga perasaan ingin melabuhkan cinta pada yang lain saja. Shoutout Friendster penuh dengan kalimat-kalimat ambigu. Antara cinta dan dusta.

Saat aku mulai waras, aku menyukai tiga wanita untuk melupakan Irene. Tapi sebagai manusia yang anti-poligami, aku harus fokus pada satu orang.

Sialnya, aku tetaplah remaja bodoh. Dua dari tiga wanita yang kusukai kupasang sebagai featured friends di Friendster. Kontan saja beberapa teman tahu siapa targetku. Terutama Inggrid.

Sadar akan yang kulakukan salah, featured friends langsung kuganti. Syukurnya belum banyak yang tahu.

Tepatnya tanggal 24 Februari 2008. Sudah hampir 3 tahun. Ada suatu perdebatan hebat di Friendster. Antara aku dengan Irene. Irene mengirimi aku satu comment dan kubalas dengan tiga comment. Gila.

Waktu itu aku tidak bisa mengontrol emosi. Balasanku lepas seperti rentetan peluru dari sebuah gatling gun. Saat itu aku sudah memutuskan untuk menjauhi Irene dan dari tiga cewek yang kusukai tadi sudah kuputuskan salah satunya. Caraku untuk melupakan cinta memang kejam, aku tidak pernah menegurnya lagi dan diam tanpa sebab. Aku tahu aku salah, tapi aku benar-benar tidak ada menjelek-jelekkanmu Irene! Malah aku yang merasa dijauhi, sejak kamu menolakku.

Saat aku menyusulmu ke laboratorium, kamu menjauh. Saat berdebat di kelompok Bahasa Indonesia, kamu menunjuk orang lain untuk melawanku. Entah, apakah saat itu emosi kita yang berperan. Tapi jujur aku terluka membaca comment darinya.

'Kamu baik kalau ada maunya. Kelihatan banget.' Sebuah kalimat yang mengena di hatiku. Dan sekarang (kira-kira tiga hari sebelum aku menulis ini.) baru aku mengerti, kalau memang aku orangnya begitu. 'Tidak ada orang yang benar-benar baik tanpa sebab.' Seorang teman di kampus berkata begitu.

Sejak itu aku membenci Irene. Aku muak. Kebencian yang berlebihan inilah yang menyebabkan masalah baru nanti.

***

Namanya Gina. Dialah cewek yang kutaksir. Bagiku dia bukan pelarian. Tapi aku tetaplah aku. Sering minder dan tidak percaya diri. Kudengar banyak yang naksir Gina, kakak kelas juga. Tapi waktu itu aku adalah seorang labil yang belum mengenal pacaran. Majulah aku menantang maut.

Semua bermula saat Paskibra mewajibkan anggotanya memakai sabuk khusus. Sabuk Tracker yang bentuknya lazim dipakai para Paskibra. Waktu itu aku menawarkan pada Gina, "aku saja yang beli." Dan Gina mau. Oh, bahagianya hati ini. Meskipun aku yang beli, tapi tetap saja uangnya uang Gina. Aku memang siswa SMA yang tidak kaya.

Kemudian Gina pernah cerita ke teman-temannya, dia lagi hobi main 'Diner Dash' di komputer. Tapi cuma versi trial dan sudah habis. Waktu itu aku bela-bela ke warnet untuk mencari serial code. Walaupun pencarianku membuahkan hasil, nyatanya saat aku bilang sudah menemukan serial code-nya ternyata Gina sudah lebih dulu mendapatkannya. Entah dari siapa.

Yang kurasa, sepertinya Gina tahu kalau aku suka padanya. Tapi kau tahu sobat. Aku tidaklah setampan orang tampan. Asumsiku, atau memang sudah sifat cewek yang lagi didekati begitu. Aku merasa Gina menjauh dariku. Dan aku mulai merasa kecewa. Aku memang lelaki yang mudah menyerah dalam hal percintaan.

Bulan Maret, Gina ultah. Aku bingung mau ngapain. Aku cuma bisa beli kado gak layak sederhana. Sebuah bando dan ikat rambut lucu *menurutku* yang kubungkus dengan indah *menurutku juga*. Aku beli ditemani Roy dan Vino, teman sekelas yang sepertinya tertawa melihat kadoku.

Aku bingung, gimana ngasihnya? Dan kutitipkanlah pada Inggrid. Sumber menyebutkan hadiahku diterima dengan aman. Aku menunggu kapan hadiah itu akan dipakai. Dan kalian tahu kawan? Sampai sekarang, 16 Februari 2011. Aku belum pernah melihat Gina memakai bando dan ikat rambut yang menurutku lucu itu. Tragis memang.

Ditolak. Mungkin itu yang pantas bagiku. Usaha bodoh terakhirku adalah: arguci.

Sebuah tugas kelas X adalah membuat arguci. Waktu itu aku bingung, bikin pola apa? Tanpa sadar jariku membuat pola. Inisial nama Gina. Waktu teman-teman bertanya, kujawab sekenanya. 'Grand Theft Auto', sebuah permainan PS2 yang sedang populer saat itu.

Sampai sekarang arguci itu masih tersimpan di lemari.

Awal April.
Aku tahu aku tak ditanggapi lagi. Aku menyerah. Kupikir tidak ada hasilnya mengejar cinta lagi. Hingga muncul suatu perasaan rindu. Rindu kepada siapa? Entahlah. Aku cuma merasa rindu.

Ada sebuah acara yang *katanya* hanya ada di sekolah kami. Yaitu Pekan Kreativitas Siswa atau 'PKS'. Pengerjaan dan persiapan saat itu sangat melelahkan. Para cewek disuruh pulang sebelum Maghrib dan cowok-cowok bekerja keras di tempatnya masing-masing.

Saat aku sedang mengecat jendela, kurasakan hapeku bergetar. Kuteruskan pekerjaanku. Setelah mencuci tangan, segera kubuka sms itu. Mungkin dari orangtuaku yang menanyakan kapan aku pulang. Ternyata aku salah.

Sms itu dari... Irene.

---

Setelah gue baca, ini tidak seperti cerpen. Tapi malah seperti ringkasan kehidupan di masa lalu. Terserahlah. Karena pada dasarnya ini dari kisah nyata, jadi agak sulit untuk membuat plot. Gue cuma nulis apa yang gue alami waktu itu n semuanya berdasarkan ingatan gue. Kalau masalah Friendster itu, gue sampai bongkar-bongkar folder lama karena gue ingat waktu itu halamannya gue save.

Oke para pembaca, tunggulah bagian terakhir dari cerita ini.

N semakin lama gue menulis, mungkin sekarang gue sudah punya gaya penulisan sendiri. Tidak lagi mengacu pada penulis lain. Gue nulis cerpen sebisa gue, nulis pendapat sebisa gue, n nulis pengalaman biasa jadi lucu juga sebisa gue. Karena setiap orang itu unik.

2 komentar: