Kamis, 20 Januari 2011

Menjelang UTS Kimia

Hari itu hari Selasa. Entah mengapa dosen agama Islam gak masuk. Ada kemungkinan di Banjarmasin hujan lebat sehingga beliau berhalangan n cuma memberikan tugas yang dikumpul minggu depan. Sebagai mahasiswa labil, gue bukannya pulang n belajar buat persiapan UTS kimia yang gue lupa apakah hari Selasa atau Rabu? *beneran, gue lupa. Tapi seingat gue Selasa.* Tapi gue malah ikut main PS bareng teman-teman gue. Malam sebelumnya gue udah mumet ngebaca slide presentasi dari ibu dosen kimia buat bahan UTS. Jadi gue putusin ikut aja main PS. Lumayan ngilangin stres sedikit. Tapi kalau kalah malah nambahin stres. Benar-benar pedang bermata dua. Kalau anak kuliahan main PS sama teman-teman, tidak lain dan tidak bukan yang dimainkan adalah Dora the Explorer PES alias Winning Eleven-nya versi Barat. Buat yang gak tahu apa itu PES atau Winning Eleven gue sarankan searching di paman Google. Karena banyak yang tidak bisa main PES versi komputer *termasuk gue*, jadilah kami main versi PS yang udah di-hack orang Indonesia yang pintar-pintar. Jadi pemain yang ada yang baru-baru juga.

Lagi asyik-asyik main, ada SMS. Berhubung gue gak bisa diganggu waktu lagi main, SMS gue buka waktu Maghrib. Eh, berarti UTS-nya udah selesai dong? Ya gak lah. SMS gue buka setelah selesai main 1 partai n gantian sama yang lain. Waktu itu gue belum terkalahkan. *Sekarang udah lumayan sedikit pernah kalah*. Sebelum SMS-nya gue baca, gue ingat waktu di kampus ada kabar bahwa ada soal buat belajar UTS. Katanya fakultas lain udah selesai UTS-nya, kalau-kalau soalnya sama. Jadi gue minta tolong ke Andre untuk motokopiin n juga tolong diantar ke tempat gue main PS. Tanpa sadar gue udah jadiin Andre sebagai karyawan rendahan sekaligus kuli panggul n gue menjadi bos yang pelit gak mau ngasih tip. Waktu gue baca sms, ternyata dari Andre. Dia bilang "Selamat ulang tahun!" Waktu gue sadar ini bukan ulang tahun gue, ternyata ini cuma halusinasi gue. Isi sms yang sebenarnya adalah, "Zar, dimana?" Karena gue masih kecil, bobo di ayunan, untungnya gak netek lagi, gue gak bisa ngebedain mana kanan, mana kiri. Mana lubang, mana gundukan. Mana Michael Jackson, mana Elvis Presley. Dimana-mana hatiku senang.

"Gini Ndre, dari kampus belok kiri. Waktu lihat tulisan toko komputer lo belok kiri." Dari yang seharusnya belok kanan. Sukseslah gue bikin Andre tersesat. "Ntar ketemu musholla. Nah, di seberang musholla itu tempatnya." Lalu lanjut gue main lagi.

Kok lama. Pikir gue. Tiba-tiba ada SMS lagi. Sebelum SMS-nya gue baca, gue ingat waktu di kampus ada kabar bahwa ada soal buat belajar UTS. Katanya fakultas lain udah selesai UTS-nya, kalau-kalau soalnya sama. Jadi gue minta tolong ke Andre untuk motokopiin n juga tolong diantar ke tempat gue main PS. Tanpa sadar gue udah jadiin Andre sebagai karyawan rendahan sekaligus kuli panggul n gue menjadi bos yang pelit gak mau ngasih tip. Waktu gue baca sms, ternyata dari Andre. Dia bilang "Selamat ulang tahun!" Waktu gue sadar ini bukan ulang tahun gue, ternyata ini cuma halusinasi gue. Pasti pembaca semua merasa ini pengulangan kan? Tenang, ini cuma bagian dari halusinasi gue. Isi sms yang sebenarnya adalah, "Zar, di depan musholla-nya kok tempat nyuci motor?" N gue sadar, Andre tersesat.

Sebagai bos yang pelit n gak mau ngasih tip. Gue bukannya nyusul atau nelpon. Gue malah ancang-ancang sms. N ada panggilan masuk, ternyata dari Andre. N gue berubah dari bos-pelit-gak-mau-ngasih-tip menjadi bos yang dzalim. *JEGER, suara petir.* Gue dengar suara Andre cukup tenang. Gue malah curiga dia memakai telpon rumah, bukan HP. Tapi gue sadar dia di jalan, mana mungkin pakai telpon rumah? Kenapa kita ngebahasa ini? Gue juga gak tahu. Oke, kali ini gue agak tua sedikit meskipun masih bobo di ayunan, gue sudah bisa ngebedain mana kanan, mana kiri. Kali ini gue memberi direksi yang benar.

Andre datang dengan musik pengiring. Gue samperin, ngambil fotokopian, n ngucapin terimakasih. Andre lalu pulang.
Catatan penulis: Gue memang pelit, tapi gue tetap bayar. Uangnya sudah gue serahin ke Andre waktu di kampus.

Gue kembali main PS. Gue lupa siapa aja yang main waktu itu. Rasa-rasanya ada Deka, Faisal, Feri, Ramzan, Doni, dan lainnya lupa. *Nama kalian terpampang, follow blog gue via profil twitter kalian!*

Lalu ada SMS lagi. Kali ini bukan dari Andre yang mengucapkan sudah selamat sampai rumah. Bukan juga dari para penggemar yang nanyain kapan album baru keluar. Sebelum SMS-nya gue baca, gue ingat waktu di kampus ada kabar bahwa ada soal buat belajar UTS. Katanya fakultas lain udah selesai UTS-nya, kalau-kalau soalnya sama. Jadi, SKIP.SKIP.SKIP.
Jadi gue minum dulu sebelum baca SMS-nya.

SMS-nya dari Ridha. Rupa-rupanya dia juga udah dapat soal yang baru diantar Andre tadi n ada beberapa yang dia gak paham n mau tanya. Gue sebenarnya belum baca soal itu sama sekali, tapi berhubung gue baik n rajin menagih hutang, gue iyakan. Tapi karena masih ada beberapa partai, gue lanjutin main PS dulu. Ridha bilang dia n dua teman segengnya Csenda n Rani ada di kos Rani. Di suatu tempat di bumi ini.

Gue masih ngelanjutin main PS ketika HP gue berdering. Ternyata gue ditelpon Ridha. Gubrak! Apa gue udah kelamaan main? Jangan-jangan ini sudah Maghrib n Ridha cuma mau mengabarkan kalau UTS-nya sudah selesai? Ternyata gue kembali berhalusinasi. Entah halusinasi ini mungkin karena kebanyakan belajar. Baru gue angkat, suara di seberang sudah terdengar. "Zar, dimana? Lama?" gue yang gelagapan antara belum siap kalau soalnya ternayat sulit n juga masih ada pertandingan menjawab dengan sedikit bumbu. "Di jalan." Padahal gue masih di tempat penyewaan PS. Setelah beberapa omongan tidak jelas berlangsung n telepon ditutup, gue pun izin duluan pada teman-teman se-rental PS. Gue pun menuju kos Rani.

Kelihatannya ini kosnya. Pikir gue melihat motor tiga sekawan itu ada di depan rumah yang seperti rumah ini. Pintu pagarnya kebuka sedikit, sedikit sempit tapi gue bisa pastikan Revo gue masuk. Baru saja masuk setengah badan, gue terbaca dua buah kertas. Satu di tembok kiri n satu di tiang rumah tepat di hadapan gue. "Dilarang keras, membakar rumah ini." Lebih tepatnya, "Laki-laki dilarang masuk."

Kelamin Revo gue memang masih labil apakah dia laki-laki atau perempuan. Kalau dalam bahasa Jerman dia adalah laki-laki (der motorrad) tapi dapat gue ubah jadi cewek kalau dia menjadi die Revo. Yang gue masalahkan adalah gue, dilihat darimana saja gue adalah lelaki. Meskipun waktu SMP suara gue kayak Sherina, sekarang suara gue udah kayak Afgan waktu suaranya hilang tercecer entah dimana. Gue bisa saja permak diri jadi cewek, tapi gak ada waktu lagi. Lebih baik sekarang, gue retreat sedikit n memikirkan cara. Cara paling ampuh, "SMS Ridha, bilang udah di depan.". Berhubung Revo udah masuk setengah badan, gue dengan susah payah ngemundurin.

Belum selesai gue ngeluarin diri n si Revo dari pagar sempit yang gak kebuka lebar ini, tiba-tiba ada om om sangar, kurang ganteng, lengkap dengan kumis n helm membawa motor berhenti di belakang gue. Mampus, pikir gue. Ini pasti bapak pemilik kos. Saking gugupnya gue terinjak kantong sampah yang memang ada di depan pagar. Kantong sampah jatuh ke selokan. Gue lihat dari spion, si om menatap gue garang. Kemungkinan sekarang tinggal ada tiga.
1. Si om ngelindas gue.
2. Si om nabrak gue.
3. Si om teriak gak jelas, kemudian mengarahkan motornya ke gue.
Gue udah pasrah, tapi gue sempat nge-sms Ridha kalau gue udah di depan. Terdengar langkah kaki dari sektor kanan rumah. Sejauh ini si om masih diam. Gue masih gugup. Kemudian Ridha muncul, disusul Csenda. Rani belum kelihatan, sepertinya sedang masang jilbab. "Ayo masuk!" Ajak mereka. Gue masih gugup disertai bingung. Gue lihat si om sangar dari spion. Gak ada respon. Ya sudah, gue ngeluyur masuk bersama Revo gue. Gue lirik si om juga masih gak ada respon. Gue masih sedikit bingung, sepertinya dugaan gue salah. Setelah dipersilakan duduk di sebuah kursi tamu, gue duduk. Lalu gue ngomong dikit, tapi gak cerita kebodohan gue sebelumnya. "Gue kira cowok boleh di depan pagar aja. Hahaha. #ketawagaring+masihgugup." Bukannya ditanggapi, Csenda malah dengan polosnya bertanya, "Zar, lo bawa bokap lo?" Sambil pandangan matanya mengarah ke om om yang garang tadi. Si om melihat gue, gue buang muka. "BUKAN! Ngapain gue bawa bokap!"Gue sewot ke Csenda, tapi dengan suara yang pelan. Gak berapa lama muncul seorang cewek yang gak gue kenal. Mungkin Ridha kenal, tapi gak juga. Mungkin Csenda kenal, tapi gak juga. Mungkin dia teman satu kos Rani, tapi Rani belum muncul di antara kami. Cewek itu menuju si om garang, dibonceng motor tersebut, n hilang. Gue bersyukur dugaan gue mengenai "Bapak pemilik kos" itu salah n Csenda bersyukur itu bukan bokap gue.

Gak berapa lama Rani datang, proses tanya jawab pun berlangsung. Ridha menjelaskan kalau yang mereka belum paham tinggal nomor 5. Nomor 1-4 udah dijawab. Dalam hati gue bersyukur. Tak disangka di antara fotokopi yang dikasih Andre ada jawaban yang terbuat dari kertas HVS yang diprint. Dengan sotoynya gue keluarin jawaban itu n waktu mereka lihat mereka tanya, "Dapat dimana Zar?" Dengan indahnya gue jawab, "Di jalan." N mereka sepertinya percaya.

Mereka pun kemudian memfotokopi lembaran kertas tersebut. Mengenai nomor 5 ini, gue cukup bisa ngerjain. Cuma agak sedikit ragu-ragu. Tapi gue yakini gue bisa. Mereka balik dari fotokopi n gue masih ngerjain. N teman mereka yang juga teman gue, Hakim dihubungi juga. Disuruh ke kos Rani buat ngambil fotokopi. Sebenarnya gue bisa ngerjain soal ini, cuma perlu waktu. Tapi entah mengapa Ridha menelpon kakanya buat tanya. Gue jadi merasa seperti kuis yang ada fasilitas tanya lewat teleponnya. Trus gue juga minjam BB buat browsing sedikit jawaban. N pembaca tahu know what? Gue baru pertama kali megang BB lho! #katroabiez.

Di sela-sela ngerjakan soal, Csenda ngelihatin sebuah foto ke gue. "Zar, lo percaya gak ada ini di kamar kos Rani?" Awalnya gue mengira akan ada foto sepeda motor. Mungkin saja Rani memasukkan motornya ke dalam kamar? Siapa tahu? Ternyata itu adalah foto Rani dengan ular. Woo, gue baru ingat kalau Rani pencinta reptil. N kita semua tahu kalau ular bukan mamalia. "Iya." Jawab Rani, "Tapi bukan yang sebesar itu." Terbersit keinginan untuk melihat ular Rani, tapi gue takut waktu gue bilang, "Ran, boleh lihat ularnya?" Mungkin Rani akan menjawab, "Boleh." Kemudian membawa ularnya beserta kandang ke luar. Waktu gue terkagum-kagum akan ular itu, tiba-tiba dia lepas dari kandang. Gak tahu kenapa si ular lepas, pokoknya gue punya feeling aja. Ular itu kemudian berubah jadi Godzilla n menghancurkan Banjarbaru. Esok harinya gue akan masuk berita sebagai penyebab kehancuran Banjarbaru n korban pertama dari Godzilla. Atau bisa juga Rani akan menjawab "Tidak boleh." Tiba-tiba saja kos Rani meledak n dari dalamnya muncul Godzilla. Entah mengapa, tapi gue yakin. Esok harinya di koran akan muncul foto gue sebagai korban pertama Godzilla n penyebab hancurnya Banjarbaru. Jadi, gue urungkan saja niat gue mau liat ular.

Sewaktu gue ngerjakan soal juga, Ridha n Csenda ngebahas tentang Putri Ayu. Putri Ayu sekarang kuliah di suatu universitas. Seingat gue begitu. Saat itu musim IMB. Setahu gue, Putri Ayu itu masih SMP. Masa sudah kuliah? Sudah muncul keinginan untuk bertanya. Tiba-tiba Rani ngomong, "bukannya Putri Ayu masih SMP?" Ridha n Csenda bengong, kemudian ketawa. "Bukan Putri Ayu IMB Ran, ini Putri Ayu teman kami satu SMA." Well, hampir saja gue yang jadi korban.

Akhirnya selesai. Setelah mengatur formasi buat UTS kimia ntar agar strategis, gak berapa lama Hakim datang. Kami pun pulang. Gue pulang, Csenda, Rani, n Hakim nyari makan, n Ridha nyari mi ayam.

Bagaimana UTS kimianya? Alhamdulillah lancar. Soal UTS-nya memang gak sama dengan yang dari fakultas lain. Tapi soal esai nomor 5-nya, sama dengan yang gue kerjakan. Wonderful.


*Fakultas Teknik, dilihat dari suatu sudut di Unlam.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar