Sabtu, 26 Februari 2011

Balada Tertukar Foto

Sudah sejak lama gue pengen jadi anggota Perpustakaan Daerah Banjarbaru. Waktu SMA gue pernah minta formulir, di bagian bawahnya tertulis 'Tanda Tangan Kepala Sekolah'. N gue pun menjadi malas.

Kesempatan tercipta saat sudah kuliah. Andri bilang syaratnya simpel, gak perlu tanda tangan Dekan, cukup tanda tangan Rektor. Andri pun kena gampar. Yang benar adalah, cukup fotokopi KTM n 2 lembar foto 2x3. Gue juga ngajakin Rizal untuk daftar bareng. Rizal sudah bisa ditebak, dia akan berguling tiga kali menandakan persetujuannya.

Setelah persyaratan lengkap, kami bertiga segera mendaftar. Gue n Rizal mendaftar bareng. Sedangkan Andri sudah terdaftar, jadi gak perlu daftar lagi. Di sana, kartu anggota perpustakaannya dibikin pakai foto langsung. Jadi terciptalah kartu anggota yang cukup tampan. Gue yang memakai kaos oblong berlapis jaket buluk dengan tatanan rambut seadanya setelah P2B alias masih gundul. Tanpa basa-basi gue difoto, kemudian Rizal. Lalu kami disuruh menunggu.

Menunggu, terus menunggu. Lama. Rizal mulai kelaparan n mengintimidasi gue. Gue yang merasa terintimidasi kemudian menekan Andri. Andri yang tidak biasa ditekan menyerah n mendatangi meja pelayanan. Gue n Rizal senyam-senyum. Tak berapa lama Andri berbalik n mengangsurkan dua lembar kartu anggota perpustakaan atas nama gue n Rizal. Kata Ibu yang jaga, kartunya udah selesai dari sejam yang lalu n berulang kali nama kami dipanggil sampai yang manggil kehabisan suara. Giliran gue n Rizal yang bengong.

Kami pun pulang dengan damai.



*Gue yang difoto secara binal. Terlihat gundul n gembel*

***

Gak berapa lama setelah daftar, gue kali ini mau minjam. Gue bergegas ke perpustakaan. Menimbang beberapa buku n meminjam. Gue perhatiin Ibu yang ngurus peminjaman. Setelah melihat kartu gue, si Ibu mencari kartu peminjaman milik perpustakaan. (bagi yang belum tahu, tapi yang sering main ke perpustakaan. Itu kartu yang isinya judul-judul buku yang kita pinjam.) Setelah mendapatkan kartunya, beliau kembali ke meja buat menulis buku yang gue pinjam. Gue perhatikan dari jauh, kok fotonya kayak bukan foto yang gue kasih? Tapi gue diam aja. Ibunya mendekat sambil bawa kartu itu, sekilas gue baca. Namanya benar sih, Muhammad Nizar Khalifi. Tapi fotonya adalah... Foto Rizal!? Gue terus diam. Sepertinya si Ibu juga gak sadar. N gue yakin seyakin-yakinnya kartu perpustakaan Rizal berisi foto gue.

Well, selama bukan muka gue yang ketukar sama Rizal. Gue fine-fine aja. Waktu gue ceritakan ini ke Rizal dia cuma ketawa-ketawa. Terus masang tampang serius n bilang, "SERIUS!?".

***

5 bulan berlalu, foto kami tetap ketukar tanpa disadari oleh siapapun kecuali kami berdua. Sampai suatu ketika hari Rabu lalu gue minjam buku Hidrologi. Kebetulan perpustakaan lagi sepi. Si Ibu (selama gue minjam buku, rasanya Ibu yang melayani selalu berbeda. Tapi semua klop dipanggil sama. 'Ibu'.) ngambil kartu perpustakaan gue. Melihat foto yang tertempel di situ. Memandang gue yang tampan, kemudian beliau mengerutkan kening.

"Kok beda?" Beliau bertanya, memecah keheningan. Ditanya kaya gitu gue seperti seorang teroris yang melewati pemeriksaan paspor n dicurigai kemudian bersiap ditangkap.

Trus, si Ibu yang ngurus pengembalian ikut-ikutan ngelihat. Mandangin gue seperti gue alien yang baru jatuh dari langit. N keluarlah sebuah kalimat yang gak bisa gue percaya.

"Iya, beda. Aslinya lebih ganteng." BUSET DAH!

Gue senyum, antara shock senang dianggap ganteng n menghadapi kenyataan bahwa itu foto Rizal. (Maaf Zal, menurut Ibu-Ibu Perpustakaan gue lebih ganteng dari lo! #ketawafreak.)

"Bu, fotonya ketukar sama anggota yang namanya Rizal Hendra Kusuma." Gue merasa seperti sedang mengaku kepada dosen, "Pak, ujian saya ketukar sama yang nilainya 100".

"Oh, pantas." Kedua Ibu itu ngomong bareng. mencari kartu perpustakaan Rizal n menggantinya.

Setelah beliau berkata 'Oh, pantas' begitu, kali ini gue yang berpikir. Apakah kegantengan gue tadi hanya semu belaka?



*Sebelah kiri gue, sebelah kanan Rizal. Siapa lebih ganteng?*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar