Semua pasutri muslim tentunya berharap bisa membentuk rumah tangga sakinah mawaddah warahmah dan memperoleh pernikahan yang penuh barokah.
Tapi banyak yang lupa bahwa untuk sampai ke titik tersebut ada ikhtiar yang perlu diupayakan, salah satunya adalah dengan menghilangkan beberapa sifat yang kontraproduktif terhadap tujuan tersebut.
Apa saja sih sifat-sifat yang harus lenyap dari diri kita atau minimal berkurang agar memudahkan kita mencapai pernikahan barokah?
1. Malas
Apa kegiatan Sahabat sehari-hari terutama ketika libur sedang tidak ada kerjaan? Pantengin acara TV? Stalking sosmed? Nonton berseason-season Korean Drama? Atau tidur cantik seharian?
Hampir bisa dipastikan hal itu pula yang akan Sahabat lakukan ketika sudah menikah. Atau bisa jadi derajatnya lebih parah.
Karena biasanya seorang yang masih belum menikah berusaha melakukan banyak amalan kebaikan agar dipermudah datang jodoh, tapi begitu sudah menikah. Sudah kehilangan motivasi untuk meningkatkan kualitas atau kuantitas amalan.
Padahal untuk mendapat pernikahan penuh keberkahan, kita perlu action, melakukan sesuatu yang manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri tapi juga orang lain.
Tidak musti keluar rumah siih… action yang dimaksud bahkan bisa juga dilakukan sambil tidur-tiduran di dalam kamar, misalnya dengan membuat tulisan positif setiap harinya, menghafal quran, atau, belajar hal baru melalui youtube.
Ada juga pasutri yang membangun rumah baca di mana-mana, melakukan penggalangan dana untuk membantu orang-orang yang terkena penyakit dan aktivitas lainnya yang nyata manfaatnya.
Yang jelas, jika kegiatan kita hanya bermalas-malasan, tidak melakukan apapun yang membawa manfaat untuk dunia ataupun akhirat, jangan harap bisa mendapat pernikahan barokah.
Oya, namun jangan salah… Untuk para wanita, mencuci dan menyeterika baju suami, menyiapkan makanan, mengurus anak di rumah, itu adalah kegiatan rutin harian yang in syaa Allah dahsyat pahalanya.
Jadi tidak perlu merasa ‘minder’ atau merasa kurang manfaat karena ‘hanya’ mengurus rumah tangga di rumah, selalu berdoa agar anak-anak yang lahir dari pernikahanmu adalah calon pemimpin umat masa depan. In syaa Allah jika hati ikhlas, maka semua yang dilakukan akan berbuah kebaikan.
2. Perfeksionis
Kalau pekerjaan kita adalah dokter ahli bedah, menjadi pefeksionis itu harus. Jangan sampai salah jahit, salah potong, atau ada benda ketinggalan di badan orang lain.
Akan tetapi ketika bersama pasangan dan anak-anak nantinya, plis… Kurangilah sifat perfeksionis, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna lho.
Tak perlu marah-marah ketika suami selalu menaruh handuk basah sembarangan, tak perlu marah-marah kalau istri selalu lupa masukkan garam ke dalam masakan, biasa saja… Toh itu bukan dosa besar.
Jangan keseringan ngomel, “Aku kan sudah bilang ribuan kali… Jangan lupa matikan kran kalau keluar dari kamar mandi!”
Memang tampak menyebalkan kalau hal-hal kecil yang sudah kita peringatkan pada pasangan terus aja dilakukannya. Tapi di situlah seninya pernikahan, agar dua orang yang tidak sempurna bisa menjadi sempurna karena bisa saling menerima kekurangan.
Tidak sedikit orang yang terlalu perfeksionis berakhir pada perceraian, karena ia tak bisa menerima ketidaksempurnaan orang lain dan merasa lebih mudah jika menjalani hidup sendirian saja. Jadi… Belajar kurangi sifat perfeksionis yaa!
3. Gampang Tersinggung dan Mendendam
Jika ada yang menghina Allah, Rasulullah, dan Islam bolehlah kita merasa tersinggung, bahkan harus tersinggung sebagai tanda keimanan! Akan tetapi kalau cuma dibilang cucian kurang bersih, masakan kurang enak, yaa tidak usah baper, apalagi sampai mendendam.
Biasanya ini terjadi dalam konflik antara istri dan ibu mertua. Semua yang dilakukan istri selalu dikomentari, tidak ada yang benar, tidak ada yang beres, maka sebisa mungkin abaikan masalah-masalah yang bisa bikin baper tersebut.
Kebalkan hati dan tetaplah berbuat baik sekalipun pasangan atau mertua atau ipar bersikap menyebalkan. Percayalah bahwa hidup di dunia ini hanya sebentar saja, fokus pada ridho Allah in syaa Allah beres.
Asiyah yang bersuamikan seorang Fir’aun yang kafir saja bisa bertahan dalam rumah tangga bahkan mendapat istana di surga karena kesabarannya tersebut. So, kurangi sifat gampang tersinggung alias baperan. Percayalah bahwa selama pernikahan sangat mungkin engkau akan memanen air mata.
Pernikahan bukan melulu soal yang indah, romantis dan menyenangkan, tapi juga soal mengelola konflik, perbedaan pandangan dan cara penyampaian. Maka jika kita semakin mahir mengelola perasaan, semakin kebal dan tak mudah baper, semakin mudah pernikahan kita jalani.Apapun masalahnya takkan jadi masalah.
Sebaliknya, semakin sensitif kita, gampang baperan, mudah tersinggung, hobi memendam dendam, maka seremeh apapun permasalahan akan selalu jadi masalah besar. Bukan pernikahannya yang salah, bukan rumah tangganya yang seperti neraka, tapi sifat kita yang terlalu rapuh lah yang membuat segalanya terasa sulit.
Bagi yang punya perasaan sensitif, belajarlah hanya mengurai air mata jika berhubungan dengan dosa-dosa kita sendiri, hanya menangis jika mengingat azab dan beratnya pengadilan padang mahsyar. Hanya menangis karena bertaubat pada Allah.
Plis jangan menangis hanya karena suami tidak mendengar curhatan kita, hanya karena mertua selalu menyerocos, karena hal tersebut tidak istimewa, mungkin sekitar 70% wanita yang sudah menikah mengalaminya. Menangis sebentar tak apalah, tapi kalau sampai berhari-hari yaa jangan. Terlalu sepele.
4. Egois
Sifat yang paling perlu dimusnahkan dalam pernikahan adalah egois! Akan tetapi fokuslah pada menghilangkan sifat egois diri sendiri, bukan sifat egois pasangan! Karena terlalu melelahkan mengurusi sifat egois orang lain.
Sifat egois alias mementingkan diri sendiri sebenarnya memperlihatkan tidak dewasanya seseorang. Seperti bayi yang tidak mau tahu ibunya sedang repot atau tidak, pokoknya setiap kali menangis, dia minta kebutuhannya dipenuhi. Entah itu popok yang basah, perut yang lapar, minta digendong, pokoknya HARUS segera dipenuhi.
Memiliki pasangan yang egois pastinya lebih menyulitkan daripada mengurus bayi, maka itu sejak sebelum pernikahan cari tahu kadar egois calon pasangan hidup kita.
Orang yang tidak pernah mau mengalah dalam perdebatan biasanya memperlihatkan sifat egois yang tinggi, pendapatnya harus selalu disetujui, permintaannya harus selalu dipenuhi, semua kebaikan dan kehebatan yang dilakukannya harus diapresiasi dan dielu-elukan. Capek deh…
Maka jika mengharapkan pernikahan barokah, minimalisir sifat egois dalam diri kita. Buat kaum pria, belajar membantu istri mengerjakan pekerjaan rumah tangga atau bergantian mengurus anak, sama sekali takkan mengurangi kadar gentleman Anda, justru bakal meningkatkan derajat keshalihan.
Jangan egois menyerahkan semua urusan domestik pada istri, silakan rasakan seminggu saja di rumah terus-menerus dengan melakukan kegiatan mencuci baju, menjemur, mengangkat jemuran, menyetrika, menaruh baju ke lemari, belanja, memasak, mencuci piring dan peralatan masak, menyapu, mengepel, menggendong anak yang rewel, membuatkan bubur dll.
Bahkan jikalau pun Anda berhasil melakukannya, belum ada apa-apanya dengan kelelahan istri saat hamil dan melahirkan.
Jadi jangan menganggap diri hebat sudah bekerja banting tulang untuk memberi makan anak dan istri, sehingga tidak mau lagi direcoki oleh urusan domestik. Bahkan Rasulullah saja bersedia membantu istrinya di rumah.
Untuk para istri, jangan egois minta selalu diperhatikan suami, dan ngambek jika tidak diperhatikan, ingatlah suami juga punya tanggungjawab pada pekerjaannya, orangtuanya, kesehatannya, maka janganlah egois apalagi sampai meminta lebih dari kemampuan suami menyanggupinya.
Sekian dulu kajian kita mengenai beberapa sifat yang perlu dimusnahkan agar mendapat pernikahan barokah, semoga bermanfaat.
Sumber: islamidia.com
Tapi banyak yang lupa bahwa untuk sampai ke titik tersebut ada ikhtiar yang perlu diupayakan, salah satunya adalah dengan menghilangkan beberapa sifat yang kontraproduktif terhadap tujuan tersebut.
Apa saja sih sifat-sifat yang harus lenyap dari diri kita atau minimal berkurang agar memudahkan kita mencapai pernikahan barokah?
1. Malas
Apa kegiatan Sahabat sehari-hari terutama ketika libur sedang tidak ada kerjaan? Pantengin acara TV? Stalking sosmed? Nonton berseason-season Korean Drama? Atau tidur cantik seharian?
Hampir bisa dipastikan hal itu pula yang akan Sahabat lakukan ketika sudah menikah. Atau bisa jadi derajatnya lebih parah.
Karena biasanya seorang yang masih belum menikah berusaha melakukan banyak amalan kebaikan agar dipermudah datang jodoh, tapi begitu sudah menikah. Sudah kehilangan motivasi untuk meningkatkan kualitas atau kuantitas amalan.
Padahal untuk mendapat pernikahan penuh keberkahan, kita perlu action, melakukan sesuatu yang manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri tapi juga orang lain.
Tidak musti keluar rumah siih… action yang dimaksud bahkan bisa juga dilakukan sambil tidur-tiduran di dalam kamar, misalnya dengan membuat tulisan positif setiap harinya, menghafal quran, atau, belajar hal baru melalui youtube.
Ada juga pasutri yang membangun rumah baca di mana-mana, melakukan penggalangan dana untuk membantu orang-orang yang terkena penyakit dan aktivitas lainnya yang nyata manfaatnya.
Yang jelas, jika kegiatan kita hanya bermalas-malasan, tidak melakukan apapun yang membawa manfaat untuk dunia ataupun akhirat, jangan harap bisa mendapat pernikahan barokah.
Oya, namun jangan salah… Untuk para wanita, mencuci dan menyeterika baju suami, menyiapkan makanan, mengurus anak di rumah, itu adalah kegiatan rutin harian yang in syaa Allah dahsyat pahalanya.
Jadi tidak perlu merasa ‘minder’ atau merasa kurang manfaat karena ‘hanya’ mengurus rumah tangga di rumah, selalu berdoa agar anak-anak yang lahir dari pernikahanmu adalah calon pemimpin umat masa depan. In syaa Allah jika hati ikhlas, maka semua yang dilakukan akan berbuah kebaikan.
2. Perfeksionis
Kalau pekerjaan kita adalah dokter ahli bedah, menjadi pefeksionis itu harus. Jangan sampai salah jahit, salah potong, atau ada benda ketinggalan di badan orang lain.
Akan tetapi ketika bersama pasangan dan anak-anak nantinya, plis… Kurangilah sifat perfeksionis, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna lho.
Tak perlu marah-marah ketika suami selalu menaruh handuk basah sembarangan, tak perlu marah-marah kalau istri selalu lupa masukkan garam ke dalam masakan, biasa saja… Toh itu bukan dosa besar.
Jangan keseringan ngomel, “Aku kan sudah bilang ribuan kali… Jangan lupa matikan kran kalau keluar dari kamar mandi!”
Memang tampak menyebalkan kalau hal-hal kecil yang sudah kita peringatkan pada pasangan terus aja dilakukannya. Tapi di situlah seninya pernikahan, agar dua orang yang tidak sempurna bisa menjadi sempurna karena bisa saling menerima kekurangan.
Tidak sedikit orang yang terlalu perfeksionis berakhir pada perceraian, karena ia tak bisa menerima ketidaksempurnaan orang lain dan merasa lebih mudah jika menjalani hidup sendirian saja. Jadi… Belajar kurangi sifat perfeksionis yaa!
3. Gampang Tersinggung dan Mendendam
Jika ada yang menghina Allah, Rasulullah, dan Islam bolehlah kita merasa tersinggung, bahkan harus tersinggung sebagai tanda keimanan! Akan tetapi kalau cuma dibilang cucian kurang bersih, masakan kurang enak, yaa tidak usah baper, apalagi sampai mendendam.
Biasanya ini terjadi dalam konflik antara istri dan ibu mertua. Semua yang dilakukan istri selalu dikomentari, tidak ada yang benar, tidak ada yang beres, maka sebisa mungkin abaikan masalah-masalah yang bisa bikin baper tersebut.
Kebalkan hati dan tetaplah berbuat baik sekalipun pasangan atau mertua atau ipar bersikap menyebalkan. Percayalah bahwa hidup di dunia ini hanya sebentar saja, fokus pada ridho Allah in syaa Allah beres.
Asiyah yang bersuamikan seorang Fir’aun yang kafir saja bisa bertahan dalam rumah tangga bahkan mendapat istana di surga karena kesabarannya tersebut. So, kurangi sifat gampang tersinggung alias baperan. Percayalah bahwa selama pernikahan sangat mungkin engkau akan memanen air mata.
Pernikahan bukan melulu soal yang indah, romantis dan menyenangkan, tapi juga soal mengelola konflik, perbedaan pandangan dan cara penyampaian. Maka jika kita semakin mahir mengelola perasaan, semakin kebal dan tak mudah baper, semakin mudah pernikahan kita jalani.Apapun masalahnya takkan jadi masalah.
Sebaliknya, semakin sensitif kita, gampang baperan, mudah tersinggung, hobi memendam dendam, maka seremeh apapun permasalahan akan selalu jadi masalah besar. Bukan pernikahannya yang salah, bukan rumah tangganya yang seperti neraka, tapi sifat kita yang terlalu rapuh lah yang membuat segalanya terasa sulit.
Bagi yang punya perasaan sensitif, belajarlah hanya mengurai air mata jika berhubungan dengan dosa-dosa kita sendiri, hanya menangis jika mengingat azab dan beratnya pengadilan padang mahsyar. Hanya menangis karena bertaubat pada Allah.
Plis jangan menangis hanya karena suami tidak mendengar curhatan kita, hanya karena mertua selalu menyerocos, karena hal tersebut tidak istimewa, mungkin sekitar 70% wanita yang sudah menikah mengalaminya. Menangis sebentar tak apalah, tapi kalau sampai berhari-hari yaa jangan. Terlalu sepele.
4. Egois
Sifat yang paling perlu dimusnahkan dalam pernikahan adalah egois! Akan tetapi fokuslah pada menghilangkan sifat egois diri sendiri, bukan sifat egois pasangan! Karena terlalu melelahkan mengurusi sifat egois orang lain.
Sifat egois alias mementingkan diri sendiri sebenarnya memperlihatkan tidak dewasanya seseorang. Seperti bayi yang tidak mau tahu ibunya sedang repot atau tidak, pokoknya setiap kali menangis, dia minta kebutuhannya dipenuhi. Entah itu popok yang basah, perut yang lapar, minta digendong, pokoknya HARUS segera dipenuhi.
Memiliki pasangan yang egois pastinya lebih menyulitkan daripada mengurus bayi, maka itu sejak sebelum pernikahan cari tahu kadar egois calon pasangan hidup kita.
Orang yang tidak pernah mau mengalah dalam perdebatan biasanya memperlihatkan sifat egois yang tinggi, pendapatnya harus selalu disetujui, permintaannya harus selalu dipenuhi, semua kebaikan dan kehebatan yang dilakukannya harus diapresiasi dan dielu-elukan. Capek deh…
Maka jika mengharapkan pernikahan barokah, minimalisir sifat egois dalam diri kita. Buat kaum pria, belajar membantu istri mengerjakan pekerjaan rumah tangga atau bergantian mengurus anak, sama sekali takkan mengurangi kadar gentleman Anda, justru bakal meningkatkan derajat keshalihan.
Jangan egois menyerahkan semua urusan domestik pada istri, silakan rasakan seminggu saja di rumah terus-menerus dengan melakukan kegiatan mencuci baju, menjemur, mengangkat jemuran, menyetrika, menaruh baju ke lemari, belanja, memasak, mencuci piring dan peralatan masak, menyapu, mengepel, menggendong anak yang rewel, membuatkan bubur dll.
Bahkan jikalau pun Anda berhasil melakukannya, belum ada apa-apanya dengan kelelahan istri saat hamil dan melahirkan.
Jadi jangan menganggap diri hebat sudah bekerja banting tulang untuk memberi makan anak dan istri, sehingga tidak mau lagi direcoki oleh urusan domestik. Bahkan Rasulullah saja bersedia membantu istrinya di rumah.
Untuk para istri, jangan egois minta selalu diperhatikan suami, dan ngambek jika tidak diperhatikan, ingatlah suami juga punya tanggungjawab pada pekerjaannya, orangtuanya, kesehatannya, maka janganlah egois apalagi sampai meminta lebih dari kemampuan suami menyanggupinya.
Sekian dulu kajian kita mengenai beberapa sifat yang perlu dimusnahkan agar mendapat pernikahan barokah, semoga bermanfaat.
Sumber: islamidia.com